Asas-asas Hukum Pidana Adat Indonesia

Satjipto rahardjo secara eksplisit menyebutkan bahwa Kesadaran untuk memasukkan secara sistematis faktor atau komponen asas kedalam perundang-undangan belum begitu lama. Di era tahun 60an komponen asas tersebut masih secara sporadik dimasukkan ke dalam Perundang-undangan. Penggunaan secara sadar dan cukup konsisten baru dimulai pada tahun 90an.

Dikaji dari perspektif teoritis, cara demikian memang dipujikan, disebabkan hukum itu bukan bangunan peraturan semata, melainkan juga bangunan nilai-nilai. oleh karena itu, sudah pada tempatnyalah apabila ada peraturan hukum ada bagian yang mampu untuk mengalirkan nilai-nilai tersebut dan bagian itu adalah asas Hukum.
Kebutuhan akan pendayagunaan asas-asas tersebut disebabkan karena kita membutuhkan orientasi yang jelas kearah mana masyarakat ini ingin dibawa oleh hukumnya. selain itu, disebabkan pula karena sistem hukum itu tidak hanya terdiri dari Undang-undang yang berbaris, melainkan juga punya semangat. Asas hukum memberikan nutrisi kepada sistem perundang-undangan sehingga ia tidak hanya merupakan bangunan perundang-undangan, melainkan bangunan yang sarat dengan nilai dan punya firasat serta semangatnya sendiri. sebagai konsekuensi apabila kita meninggalkan asa-asas hukum adalah adanya kekacauan dalam sistem hukum.
Berkaitan dengan itu, KOESNOE mengemukakan pendekatan Hukum Adat dalam penyelesaian konflik adat berdasarkan tiga asas yakni;
  1. Asas Rukun, Asas kerukunan merupakan suatu asas kerja yang menjadi pedoman dalam menyelesaikan konflik adat. Penerapan asas rukun dalam penyelesaian konflik adat dimaksudkan untuk mengembalikan keadaan kehidupan seperti keadaan semula, status dan kehormatannya, serta terwujudnya hubungan yang harmonis sesama krama desa. dengan demikian asas rukun tidak menekankan menang kalah pada salah satu pihak, melainkan terwujudnya kembali keseimbangan yang terganggu, sehingga para pihak yang bertikai bersatu kembali dalam ikatan desa adat.
  2. Asas Patut, Patut adalah pengertian yang menunjuk kepada alam kesusilaan dan akal sehat, yang ditujukan pada penilaian atas suatu kejadian sebagai perbuatan manusia maupun keadaan. patut berisi unsur-unsur yang berasal dari alam susila,yaitu nilai-nilai baik atau buruk. Patut juga mengandung unsur-unsur akal sehat yaitu perhitungan-perhitungan yang menurut hukum dapat diterima. Pendekatan asas patut dimaksudkan agar penyelesaian konflik adat dapat menjaga nama baik pihak masing-masing, sehingga tidak ada yang merasa diturunkan atau direndahkan status dan kehormatannya selaku krama desa.
  3. Asas laras, Ajaran keselarasan mengandung anjuran untuk memperhatikan kenyataan dan perasaan yang hidup dalam masyarakat, yang telah tertanam menjadi tradisis secara turun temurun. Oleh karena itu, pengalaman dan pengetahuan tentang adat istiadat yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, merupakan bahan-bahan untuk merumuskan cara konkrit suatu jawaban dalam menyelesaikan konflik adat. Penggunaan pendekatan asas keselarasan dilakukan dengan memperhatikan tempat, waktu dan keadaan (desa, kala, patra) sehingga putusan dapat diterima oleh para pihak dalam masyarakat.
Sumber : Puslitbang Hukum dan Peradilan, Badan Litbang Diklat Kumdil, Mahkamah Agung RI 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar