Search

Asas-asas Hukum Pidana Adat Indonesia

Satjipto rahardjo secara eksplisit menyebutkan bahwa Kesadaran untuk memasukkan secara sistematis faktor atau komponen asas kedalam perundang-undangan belum begitu lama. Di era tahun 60an komponen asas tersebut masih secara sporadik dimasukkan ke dalam Perundang-undangan. Penggunaan secara sadar dan cukup konsisten baru dimulai pada tahun 90an.

Contoh Akta Perdamaian


Dalam perkara perdata, sebelum perkara tersebut diajukan ke muka persidangan sebelumnya diajukan kepada para pihak untuk menyelesaikannya dengan cara Mediasi ataupun dengan cara perdamaian. Jika dalam mediasi atau perdamaian tersebut tidak terdapat kesepakatan dan para pihak menginginkan diajukan kemuka persidangan maka perkara tersebut akan dilanjutkan namun jika kedua belah pihak menemui jalan damai maka akan dibuatkan Akta Perdamaian sehingga perkara tersebut tidak perlu diajukan ke muka persidangan.

Watak Pemimpin Menurut Asthabrata.

Sehubungan dengan penggalian AAUPB(Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik/algemene Behoourlijk Bestuur, Principle of Good Admiinistration) sesuai dengan nilai budaya Jawa, maka dari itu dapat di gali berdasarkan nilai-nilai kepemimpinan yang bersumber salah satunya dari ajaran Asthbrata, yang telah dikenal secara luas.

Macam-macam Perkara Perdata

Perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan (damai), tidak boleh diselesaikan dengan cara main hakim sendiri (eigenrichting) tetapi harus diselesaikan melalui pengadilan. Pihak yg merasa dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni dengan menyampaikan gugatan terhadap  pihak dirasa merugikan.

Pelacur Yang Memohon

Wajah-wajah cantik itu masih bergerilya diantara remang-remang malam. Sesekali ku dengarkan tawa lepas tanpa beban dengan bahasa tubuh yang mulai nakal menggoda diantara percikan warna-warni temaram. Sembari memainkan kepulan asap rokok diantara dingin udara yang kian mengigil. Malam telah hampir larut tapi yang ku rasakan tatapan mata-mata berbinar harap diantara balutan make up yang memang wahhh….
Entah kenapa aku merasa berada di sebuah pertunjukan opera saja. Ada wajah-wajah yang tak ku kenali tapi ku merasa begitu dekat. Apakah benar bahwa mereka menerima apa yang ada? merelakan dirinya untuk terus menerus berada di lembah nan hitam kelam?. Ah, tidak. Semua orang pasti inginkan kehidupan yang lebih baik, berkeluarga, kenormalan yang tentu ada dalam setiap angan. Sebagaimana anda dan saya tentu berkhayal pada imaji yang tak jauh beda. Pak Romli bilang, “ghorizah’“. Tapi kenapa mereka tak jua melepaskan diri dari tirani itu?.
Sebut saja Melati, 18 Tahun. Usia yang begitu belia tapi dia telah dua tahun berada di kelamnya dunia malam. Tak sempat menyelesaikan SMU-nya karena orang tuanya dililit hutang dengan seorang rentenir. Ia akhirnya jadi istri muda sampai akhinya dicampakkan. Tragis !!!
Barang kali terlalu banyak cerita miris di lembah hitam ini dan yang pasti Melati tak sendiri. Ada banyak mungkin mawar-mawar, melati-melati yang telah lebih dahulu layu diantara keanggunan yang dimilikinya. Terlalu naif rasanya kalau kita dengan begitu mudah memberikan stempel “sampah” kepada mereka yang bisa dengan tegar bertahan diantara deraan ujian hidup yang begitu pahit dan getir. Rasanya kita perlu untuk bisa lebih arif melihat semuanya. Kalau semua itu pilihan tentu saya yakin tak ada yang akan mau memilih jalan segetir itu.
Tapi inilah hidup dan segala warna-warninya. Dispersi keragaman yang terkadang menghadirkan sebuah kenyataan pahit bahwa ada warna kelabu diantara kuning keemasan yang berkilauan, Ada warna hitam diantara kesucian warna putih. Spektrum kemajemukan yang terkadang meninggalkan catatan ketragisan. Saya ingin mengajak diri saya untuk belajar dengan kearifan qolbu melihat semuanya dari berbagai dimensi. Memandang segalanya dengan kebijaksanaan jiwa sehingga tak akan lagi kita saling melakukan pembenaran atau bahkan menyalahkan. Yah, mencoba bukan sekedar hanya mengerti tapi lebih dari itu memahami…..

Perbedaan antara Contentiosa dan Voluntaria

Perbedaan antara Contentiosa dan Voluntaria adalah sebagai berikut:

1. Pihak yang berpekara :
  1. Contentiosa, pihak yang berperkara adalah penggugat dan tergugat. Ada juga isitlah turut tergugat (tergugat II,II, IV , dst). Pihak ini tidak menguasai objek sengketa atau mempunyai kewajiban melaksanakan sesuatu. Namun hanya sebagai syarat lengkapnya pihak dalam berperkara. Mereka dalam petitum hanya sekedar dimohon agar tunduk dan taat dan taat terhadap putusan pengadilan (MA tgl 6-8-1973 Nomor 663 K/Sip/1971 tanggal 1-8-1973 Nomor 1038 K/Sip/1972). Sedangkan turut penggugat tidak dikenal dalam HIR maupun praktek.
  2. voluntaria, pihak yang berpekara adalah pemohon. Istilah pihak pemohon dalam perakra voluntaria diatas, ini tentunya tidak relevan dengan jika dikaitkan dengan UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama sebab dalam UU tersebut dikenal adanya permohonan dan gugatan perceraian. Permohonan perceraian dilakukan oleh suami kepada istrinya sehingga pihak-pihaknya disebut pemohon dan termohon berarti ada sengketa atau konflik . istilah pihak-pihak yang diatur dalam UU No. 7 tahun 1989 adalah tentunya suatu pengecualiaan istilah yang dipakai dalam perkara voluntaria.
2. Aktifitas hakim dalam memeriksa perkara :
Contentiosa, terbatas yang dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak
Voluntaria : hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan karena tugas hakim bercorak administratif.

3. Kebebasan hakim
Contentiosa : hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan undang-undang
Voluntaria : hakim memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaannya.

4. Kekuatan mengikat putusan hakim
Contentiosa : hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa serta orang-orang yang telah didengar sebagai saksi.
Voluntaria : mengikat terhadap semua pihak.

5. Hasil akhir perkara :
Hasil suatu gugatan (Contentiosa) adalah berupa putusan (vonis) Hasil suatu permohonan (voluntaria) adalah penetapan (beschikking).

Pengertian Gugatan Rekonvensi dan Propesional

Dalam Membedakan gugatan dari penggugat ke tergugat mesti mengetahui masing-masing hak dan kewajiban sehingga tidak buta dalam sidang pengadilan nantinya. Penggugat dalam menggugat seorang tergugat akan memberikan berbagai macam keinginan dan fakta-fakta yang terjadi, maka dari itu tergugat wajib membalas atau menjawab isi dari gugatan tersebut. 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...